Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Minggu, 06 Maret 2011

STOP MENCARI KESALAHAN ORANG LAIN

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Stop Mencari Kesalahan Orang Lain!Gajah dikelopak mata tak kelihatan, semut diseberang lautan ketihatan. adalah sebuah perumpamaan bagi sikap yang suka mencari keburukan/kesalahan orang lain walau sekecil apapun, akan tetapi kesalahan diri sendiri yang sebesar gajah malah seolah-olah tidak nampak.

Dalam adab hidup sosial, tidaklah pantas seseorang mencari-cari keburukan orang lain, baik untuk menjatuhkan namanya karena dia adalah saingannya, atau merasa tidak suka dengan orang tersebut. dan Allah telah melarang perbuatan tersebut dari langit ketujuh.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang...." (QS Al-Hujurat : 12)

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- juga bersabda :

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا

Artinya : "Jauhilah berprasangka, karena prasangka adalah seburuk-buruknya perkataan. dan janganlah mencari-cari keburukan orang lain." (HR Bukhori, Muslim dan Abu Daud)

Ketika keluar ungkapan dari seseorang yang dapat menimbulkan beberapa tafsiran, maka bagi seorang muslim untuk senantiasa menafsirkannya dengan hal yang baik. dan jika Allah berkehendak menampakan aib/kekurangan dan keburukan seseorang kepada yang lain, maka wajib ditutupi selama menutupi aib dan keburukan tersebut tidak menimbulkan keburukan yang lebih besar. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

وَمَنْ سَتَر مُسْلِمًا، سَتَرَهُ الله يَوْمَ القِيَامَة

Artinya : "Dan barang siapa yang menutupi (keburukan) seorang muslim maka Allah akan menutupi (keburukannya) di hari kiamat." (HR Bukhori dan Muslim

Meninggalkan hal yang tidak diperlukan

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Meninggalkan Hal Yang Tidak DiperlukanBanyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang muslim di dunia ini. perkataan, perbuatan dan gaya berpikir dari yang halal sampai yang haram. Seperti iman seseorang yang berbeda-beda, memilih sesuatu untuk dirinya pun berbeda. entah itu hal yang baik atau buruk untuk dirinya, berguna atau tidak untuk dirinya. akan tetapi Islam mengajarkan seorang muslim demi kesempurnaan keimanan dan keislamannya untuk melakukan hal yang berguna bagi dirinya dan meninggalkan hal yang tidak diperlukan.

Orang dewasa yang normal pasti bisa berpikir dan memilih sesuatu yang berguna bagi dirinya. orang dewasa yang normal tidak akan sembarang memilih hal yang mana itu tidak berguna, karena itu namanya "percuma" hanya buang-buang waktu dan tenaga.

Kualitas keislaman seorang muslim dapat dilihat dari cara dia berbicara, apakah dia mengatakan sesuatu yang berguna atau mengatakan perkataan kosong. dari perbuatannya, apakah dia melakukan perbuatan yang diperlukan atau melakukan perbuatan yang percuma. dan lain sebagainya.

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Artinya : "Termasuk dari kesempurnaan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak diperlukan." (HR At-Tirmidzi)

Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata dalam penjelasan hadits tersebut : bahwasanya yang termasuk dari kesempurnaan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak diperlukan dari perkataan dan perbuatan, dan dia hanya berkonsentrasi dalam melakukan hal-hal yang dia perlukan dari perkataan dan perbuatan.

Dan beliau juga mengomentari tentang "hal yang diperlukan" yaitu ketika sempurna keislaman seseorang maka dia akan meninggalkan semua hal yang tidak diperlukan dari hal-hal yang haram, makruh dan sebagian yang mubah yang mana dia tidak memerlukannya. maka itu semua tidaklah diperlukan jika keislaman seseorang telah sempurna.

Amalan sedikit tapi continue lebih baik

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Amalan Sedikit Tapi Kontinu Lebih BaikKita sebagai orang Islam sudah semestinya selalu berkeinginan untuk memperbaiki diri, menambah kualitas diri, dan menjaga kestabilan iman kita. mengamalkan amalan sholeh yang benar-benar di contohkan oleh Syariah tanpa menambah dan menguranginya. dengan mencari ilmu dan mempraktekannya.

Semangat dan iman selalu naik turun. ketika kita sedang semangat dan iman kita sedang naik, maka kita sangat ingin melakukan amalan ibadah yang banyak. akan tetapi jika iman kita sedang turun, maka terasa malas untuk melakukan ibadah yang sangat banyak.

Para sahabat saja sempat mengeluh akan banyaknya ibadah dalam Islam. akan tetapi Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- selalu memberikan solusi terbaik bagi ummatnya. yaitu memilih amalan yang di sukai dan melaksanakannya secara kontinu. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

أَحَبُّ الأَْعْمَال إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَل

Artinya : "Amalan yang paling di cintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun sedikit." (HR Bukhori dan Muslim)

Beliau juga memerintahkan untuk melaksanakan amalan yang kita mampu untuk melaksanakannya dan tidak memberatkan diri kita. beliau bersabda :

واكْلَفُوا من الْعَمَلِ ما تُطيقون ، فإنَّ الله لا يَمَلُّ حتَّي تَملُّوا ، وإنَّ أحَبَّ الأعمال إلى الله ما دَامَ وإن قلَّ

Artinya : "Laksanakan amalan semampu kalian, sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian (sendiri) yang bisan. dan sesungguhnya amalan yang paling di cintai Allah adalah amalan yang kontinu (berkesinambungan) walaupun sedikit." (HR Abu Daud)

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- juga menjelaskan kepada kita bahwa amal ibadah kita tidak akan bisa memasukkan kita ke dalam surga kecuali dengan rahmat-Nya. beliau bersabda :

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّهُ لاَ يُدْخِلُ أَحَدًا الْجَنَّةَ عَمَلُهُ قَالُوا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللهُ بِرَحْمَةٍ وَاعْلَمُوا أَنَّ أَحَبَّ العَمَلِ إِلَى الله أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

Artinya : "Beramallah dengan benar dan sungguh-sungguh, ketahuilah bahwa sesungguhnya seorang dari kalian tidak akan masuk surga karena amalannya. mereka berkata : dan apakah engkau juga wahai Rosulullah? beliau menjawab : tidak juga aku, kecuali Allah memberikanku rahmat-Nya. dan ketahuilah bahwa amalan yang paling di cintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (berkesinambungan) walaupun itu sedikit." (HR Muslim)

Bagi kita selaku seorang muslim, untuk memperhatikan arahan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- di atas. dan kita beramal harus sesuai contoh dari beliau dan para sahabatnya. beramal sedikit akan tetapi bisa terus menerus (kontinu) itu lebih baik dari pada beramal banyak akan tetapi tidak bisa kontinu.

Sabtu, 29 Januari 2011

Orang Yang Pailit Pada Hari Kiamat

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Orang Yang Pailit Pada Hari KiamatOrang yang pailit atau rugi, adalah yang telah habis hartanya. atau orang yang membuka usaha akan tetapi kemudian bangkrut. itu adalah orang yang pailit dalam kamus ekonomi. akan tetapi dalam kamus Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- sedikit berbeda, karena orang yang pailit adalah orang yang banyak sholat, berpuasa, akan tetapi suka menyakiti orang lain, baik dengan tangannya atau lisannya. penyamaan antara orang yang telah habis hartanya dengan orang yang habis pahalanya.

Demikianlah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

أتَدْرُونَ ما المُفْلِسُ ؟ قالوا : المفْلسُ فينا من لا درهم له ولا متاع. قال : إن المفْلسَ مَنْ يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة ، ويأتي قد شَتَمَ هذا ، وقذفَ هذا ، وأكل مال هذا ، وسفك دم هذا ، وضرب هذا ، فيُعطَى هذا من حسناته ، وهذا من حسناته ، فإن فَنيَتْ حَسَناتُهُ قبل أن يُقْضى ما عليه ، أُخِذَ من خطايهم فطُرِحَتْ عليه ، ثم يُطْرَحُ في النار

Artinya : "Apakah kalian mengetahui apa itu orang yang pailit? Para sahabat berkata : Orang yang pailit dalam (pandangan) kami adalah yang tidak memiliki dirham (harta) dan juga tidak barang (makanan). Beliau bersabda : sesungguhnya orang yang pailit adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) sholat, puasa dan zakat. akan tetapi datang dan telah menghina si ini, dan menuduh si ini, dan telah memakan harta si ini, dan menumpahkan darah si ini, dan telah memukul si ini. maka si ini akan di beri dari pahala orang itu, dan si ini juga di beri dari (pahala) kebaikannya. dan apa bila telah habis pahalanya sebelum semuanya mendapat (pahala) darinya, maka dosa yang lain akan di berikan kepadanya dan kemudian dia di lemparkan ke neraka." (HR Muslim dan At-Tirmidzi)

Pahala ibadah seumur hidup seakan-akan tidak memberikan manfaat bagi kita di hari kiamat kelak ketika semua amalan di timbang. bahkan akan mendapatkan tambahan dosa dari orang-orang yang pernah kita sakiti, baik dengan lisan kita atau tangan kita. na'udzubillah min dzalik.

Segera kembalikan hak setiap orang yang pernah kita makan, dan sampaikanlah hak orang lain tanpa sedikitpun menguranginya, atau lebih baik hak kita terkurangi dari pada menyampaikan hak orang lain dalam keadaan kurang dari yang seharusnya.

Meminta maaf kepada setiap orang yang pernah kita sakiti, meminta maaf dahulu tidak menandakan orang itu lemah, akan tetapi itulah tanda kekuatan dalam dirinya karena berani meminta maaf dan mengakui kesalahan ketika berbuat salah.

Karunia Bertopeng Petaka

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Karunia Bertopeng PetakaHadits-hadits Qudsi :

"Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh pada penghujungnya, Aku lepaskan ia dari ikatan-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari semula, dan ia boleh memperbaharui amal, sebab yang telah lalu diampuni semua." (diriwayatkan dari Abu Hurairah)

"Sesungguhnya Allah tidak menyiksa kekasih-Nya, tetapi Dia terkadang mengujinya."

"Aku telah menurunkan bala' (ujian) kepada seorang hamba. Maka ketika ia berdoa dan tetap Aku tunda permintaannya, akhirnya ia mengeluh. Maka Aku berkata kepadanya: "Hamba-Ku, bagaimana Aku akan melepaskan darimu rahmat yang justru bala' itu mengandung rahmat-Ku. Karena dengan segala kelakuan baikmu (amal saleh), engkau takkan dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu. Maka dengan bala' itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi-Ku."

(sumber: Kitab Al-Hikam, Syaikh Ibnu Athailaha as-Sakandary)

Adapun ayat yang terkait dengan masalah ini adalah :

مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ

Artinya : "Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku." (QS Qaaf: 29)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan [kepada Allah] dengan sabar dan [mengerjakan] shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al-Baqarah: 153)

Semoga Allah -ta'ala- memilih kita sebagai hamba-hamba yang ikhlas dalam setiap keadaan yang telah ditetapkan-Nya. Amin Ya Rabb al-Alamin. Karena sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang; Yang Mengasihi dan Menyayangi setiap hamba dengan cara-Nya yang unik, misterius, dan tersendiri.
Allahu a'lam.

Jumat, 28 Januari 2011

Nikmatnya Sedekah

Mendermakan harta ada bermacam-macam cara. Ada yang bersifat wajib yang sering kita sebut dengan membayar zakat, dan juga yang bersifat sunah yang kadang orang sebut dengan istilah sedekah, hibah dan hadiah. Pernahkah didalam diri kita terbesit dengan sengaja pingin bersedekah terhadap orang lain?  Mungkin itu hanya sepintas dari ucapan kita yang waktu itu belum mendapatkan rezeki. Tapi ketika kita sudah mendapatkan rezeki terkadang kita pun sering lalai atau lupa bahkan dengan sengaja melupakan sesuatu yang sudah kita niatkan sebelumnya. Jika kita melihat semua itu mungkin kita tidak menyadari bahwa sesuatu yang sunah jika kita kerjakan secara kontinu bisa menjadi suatu penolong bagi kita di yaumul hisab nanti.
Apa sih sedekah itu?
Sedekah ialah memberikan sesuatu kepada oarang lain dengan mengharap rida Alloh SWT. Sedekah termasuk amalan yang sangat terpuji dan dianjurkan dalam islam. Orang kaya orang miskin sekalipun berhak melakukan sedekah Meskipun manusia itu sedang mengalami kesusahan mereka bukan malah meninggalkan tetapi harus memperbanyak sedekah supaya iman dan takwa kita semakin bertambah tebal.
Jika kita melihat bentuknya sedekah bisa berbentuk apa saja yang penting dalam diri kita dalam memberi sesuatu kepada orang lain harus dilandasi dengan keikhlasan, bahkan menahan diri tidak berbuat keburukan kepada orang lain pun termasuk sedekah. Begitu pula dengan senyum yang manis yang keluar dari kita termasuk dalam hal ibadah. seperti hanya yang dalam sebuah hadist " janganlah sekali-kali engkau meremehkan sesuatu kebaikan walaupun hanya sekedar menyambut kedatangan temanmu dengan wajah (senyum) yang manis" (H.R. Muslim dari Abu Zar : 4760)
Senyum yang manis yang dimaksudkan dalam hadist diatas adalah menghormati orang lain atau teman yang berkunjung lebih disukai dari pada hidangan yang disertai dengan wajah yang cemberut. Oleh sebab itu kaum muslimin hendaknya gemar bersedekah, terutama untuk kaum fakir dan miskin. Disamping itu sedekah yang kita dermakan atau kita keluarkan semasa hidup didunia ini dapat menghapuskan sebagian dosa yang telah kita perbuat serta akan melindungi keselamatan diri kita di akhirat nanti.
Sedekah merupakan tabungan untuk hidup diakhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda sedekah itu menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api (HR. Ibnu Majah dari Mu'az Bin Jabal:3963)  
  

Selasa, 25 Januari 2011

Kebesaran Alloh SWT

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"
[QS. Al- Fushshilat]
Tidak semua peristiwa alam dapat dijelaskan dengan akal. Dalam koleksi ini disajikan keajaiban alam. Koleksi ini dikumpulkan sedikit demi sedikit dari internet. Jika anda merasa dapat memberikan tambahan keterangan pada koleksi di bawah ini, silahkan beri komentar anda !. Mohon bersabar apabila agak lambat, karena fotonya ditampilkan semuanya.. :)
Gambar lainnya bisa dilihat di http://www.islamcan.com/miracles/index.shtml 

LEBAH YANG MENULIS "ALLAHU"
(Those who are familiar with Arabic will easily be able to identify what this beehive spells - "Allahu")

Akan terlihat dengan jelas lafal "Allah" pada batu permata tersebut bila disinari dengan cahaya

Mawar Merah di Angkasa
"Selain itu (sungguh ngeri) ketika langit pecah belah lalu menjadilah ia mawar merah, berkilat seperti minyak"
(Ar-Rahman: 37)
Gambar di atas adalah gambar ledakan bintang di angkasa yang diperoleh NASA dengan Teleskop yang sangat canggih.
Kejadian tersebut membuktikan kebenaran Al-Quran yang diturunkan 14 abad yang lalu pada surah Ar-Rahman di atas




POHON YANG SEDANG RUKU
This is a recently discovered phenomenon in a forest near Sidney. As you can see, the bottom half of the tree trunk is bowed in such a way that it resembles a person in a posture of Islamic prayer - the 'ruku'. Looking closer you can see the 'hands' resting on the knees. the most amazing thing is that the 'man' is directly facing the Kaaba, Mecca which is the direction Muslims all over the world face when in prayer.

Sesungguhnya ALLAH Maha berkuasa dan dapat menjadikan apa saja yang pernah ataupun tidak pernah terfikir oleh manusia.Ini merupakan keajaiban alam ciptaan ALLAH.

THE FISH TESTIFIES THE PROPHET (S.A.W)
The story of the fish began when Mr. Goerge Wehbi, a Christian Lebanese, was practicing his fishing hobby, in Dakar Senegal (the Capital of West Africa). He caught many fish. When the went home his wife saw among them a strange fish about 50cm length, with some arabic writing on it. He took it to Sheikh al-Zein, who read clearly what was writen in a natural way. That could not be done by a human being, but rather a Godly Creation which the fish was born with. He read "God's Servant" on its belly and "Muhammad" near its head, and "His Messenger" on its tail

LAA ILAA HA ILLALLAH WRITEN IN BRANCHES
One brother on Germany wrote and sent this photo. "The branches clearly say in Arabic that- There is no god but Allah. This is said to be a scene on a piece of cultivated farmland in Germany. Many Germans have been said to have embraced Islam upon seeing this miraculous sight and that the German government put steel fences around the part of the farm to prevent people from visiting and witnessing this miraculous site"
Lapadz "Alloh" yang terbentuk di telingan seorang bayi
Awan yang membentuk Lapadz "Alloh", kejadian ini diabadikan oleh seseorang di Mekkah
MEKKAH BERKILAU --Ini adalah hasil pencitraan dari IKONOS Satelite milik Space Imaging Inc, AS. Masjidil Haram yang 'diintai' oleh AS pada 31 Oktober 1999 itu menampilkan fenomena menakjubkan. Terlihat di gambar hanya bagian Masjidil Haram saja yang berkilau sementara bangunan di sekitarnya tampak lebih gelap. Subhanallah. (NASA Astronomy Picture of The Day) (sumber : http://www.spaceimaging.com/gallery/ioweek/archive/01-12-09/index.htm)

MOSQUE STILL STANDS AFTER EARTQUAKE IN TURKEY
A mosque still stands amidst the rubble of collapsed buildings in this aerial view of a neigborhood in the western Turkish town of Golcuk, 60 miles east of Istanbul, August 19, 1999. The death toll from western Turkey's worst recorded eartquake surpassed 6,000, as hope waned of finding any of the thousands still missing under the mountains of rubble.



Menurut pemiliknya kalau dilihat dari dekat Gambar di atas
menunjukkan kalimah "Lailahaillah" terbentuk pada seekor ikan

Senin, 24 Januari 2011

Halal dan Haram dalam Islam

Asal Tiap-Tiap Sesuatu Adalah Mubah

DASAR pertama yang ditetapkan Islam, ialah: bahwa asal sesuatu yang dicipta Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang sah dan tegas dari syari' (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nas yang sah --misalnya karena ada sebagian Hadis lemah-- atau tidak ada nas yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah.
Ulama-ulama Islam mendasarkan ketetapannya, bahwa segala sesuatu asalnya mubah, seperti tersebut di atas, dengan dalil ayat-ayat al-Quran yang antara lain:
"Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya." (al-Baqarah: 29)
"(Allah) telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya daripadaNya." (al-Jatsiyah: 13)
"Belum tahukah kamu, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak." (Luqman: 20)
Allah tidak akan membuat segala-galanya ini yang diserahkan kepada manusia dan dikurniakannya, kemudian Dia sendiri mengharamkannya. Kalau tidak begitu, buat apa Ia jadikan, Dia serahkan kepada manusia dan Dia kurniakannya?
Beberapa hal yang Allah haramkan itu, justeru karena ada sebab dan hikmat, yang --insya Allah-- akan kita sebutkan nanti.
Dengan demikian arena haram dalam syariat Islam itu sebenarnya sangat sempit sekali; dan arena halal malah justeru sangat luas. Hal ini adalah justeru nas-nas yang sahih dan tegas dalam hal-haram, jumlahnya sangat minim sekali. Sedang sesuatu yang tidak ada keterangan halal-haramnya, adalah kembali kepada hukum asal yaitu halal dan termasuk dalam kategori yang dima'fukan Allah.
Untuk soal ini ada satu Hadis yang menyatakan sebagai berikut:
"Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma'fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun." Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.2 (Riwayat Hakim dan Bazzar)
"Rasulullah s.aw. pernah ditanya tentang hukumnya samin, keju dan keledai hutan, maka jawab beliau: Apa yang disebut halal ialah: sesuatu yang Allah halalkan dalam kitabNya; dan yang disebut haram ialah: sesuatu yang Allah haramkan dalam kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan, maka dia itu salah satu yang Allah maafkan buat kamu." (Riwayat Tarmizi dan lbnu Majah)
Rasulullah tidak ingin memberikan jawaban kepada si penanya dengan menerangkan satu persatunya, tetapi beliau mengembalikan kepada suatu kaidah yang kiranya dengan kaidah itu mereka dapat diharamkan Allah, sedang lainnya halal dan baik.
Dan sabda beliau juga,
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Di sini ingin pula saya jelaskan, bahwa kaidah asal segala sesuatu adalah halal ini tidak hanya terbatas dalam masalah benda, tetapi meliputi masalah perbuatan dan pekerjaan yang tidak termasuk daripada urusan ibadah, yaitu yang biasa kita istilahkan dengan Adat atau Mu'amalat. Pokok dalam masalah ini tidak haram dan tidak terikat, kecuali sesuatu yang memang oleh syari' sendiri telah diharamkan dan dikonkritkannya sesuai dengan firman Allah:
"Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu." (al-An'am: 119)
Ayat ini umum, meliputi soal-coal makanan, perbuatan dan lain-lain.
Berbeda sekali dengan urusan ibadah. Dia itu semata-mata urusan agama yang tidak ditetapkan, melainkan dari jalan wahyu. Untuk itulah, maka terdapat dalam suatu Hadis Nabi yang mengatakan:
"Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan kami, dengan sesuatu yang tidak ada contohnya, maka dia itu tertolak." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ini, adalah karena hakikat AGAMA --atau katakanlah IBADAH-- itu tercermin dalam dua hal, yaitu:
  1. Hanya Allah lah yang disembah.
  2. Untuk menyembah Allah, hanya dapat dilakukan menurut apa yang disyariatkannya.
Oleh karena itu, barangsiapa mengada-ada suatu cara ibadah yang timbul dari dirinya sendiri --apapun macamnya-- adalah suatu kesesatan yang harus ditolak. Sebab hanya syari'lah yang berhak menentukan cara ibadah yang dapat dipakai untuk bertaqarrub kepadaNya.
Adapun masalah Adat atau Mu'amalat, sumbernya bukan dari syari', tetapi manusia itu sendiri yang menimbulkan dan mengadakan. Syari' dalam hal ini tugasnya adalah untuk membetulkan, meluruskan, mendidik dan mengakui, kecuali dalam beberapa hal yang memang akan membawa kerusakan dan mudharat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Sesungguhnya sikap manusia, baik yang berbentuk omongan ataupun perbuatan ada dua macam: ibadah untuk kemaslahatan agamanya, dan kedua adat (kebiasaan) yang sangat mereka butuhkan demi kemaslahatan dunia mereka Maka dengan terperincinya pokok-pokok syariat, kita dapat mengakui, bahwa seluruh ibadah yang telah dibenarkannya, hanya dapat ditetapkan dengan ketentuan syara' itu sendiri."
Adapun masalah Adat yaitu yang biasa dipakai ummat manusia demi kemaslahatan dunia mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, semula tidak terlarang. Semuanya boleh, kecuali hal-hal yang oleh Allah dilarangnya Demikian itu adalah karena perintah dan larangan, kedua-duanya disyariatkan Allah. Sedang ibadah adalah termasuk yang mesti diperintah. Oleh karena itu sesuatu, yang tidak diperintah, bagaimana mungkin dihukumi terlarang.
Imam Ahmad dan beberapa ahli fiqih lainnya berpendapat: pokok dalam urusan ibadah adalah tauqif (bersumber pada ketetapan Allah dan Rasul). Oleh karena itu ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan, kecuali kalau ternyata telah disyariatkan oleh Allah. Kalau tidak demikian, berarti kita akan termasuk dalam apa yang disebutkan Allah:
"Apakah mereka itu mempunyai sekutu yang mengadakan agama untuk mereka, sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah?" (as-Syura: 21)
Sedang dalam persoalan Adat prinsipnya boleh. Tidak satupun yang terlarang, kecuali yang memang telah diharamkan. Kalau tidak demikian, maka kita akan termasuk dalam apa yang dikatakan Allah:
"Katakanlah! Apakah kamu sudah mengetahui sesuatu yang diturunkan Allah untuk kamu daripada rezeki, kemudian kamu jadikan daripadanya itu haram dan halal? Katakanlah! Apakah Allah telah memberi izin kepadamu, ataukah kamu memang berdusta atas (nama) Allah?" (Yunus: 59)
Ini adalah suatu kaidah yang besar sekali manfaatnya. Dengan dasar itu pula kami berpendapat: bahwa jual-bell, hibah, sewa-menyewa dan lain-lain adat yang selalu dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupan mereka seperti makan, minum dan pakaian. Agama membawakan beberapa etika yang sangat baik sekali, yaitu mana yang sekiranya membawa bahaya, diharamkan; sedang yang mesti, diwajibkannya. Yang tidak layak, dimakruhkan; sedang yang jelas membawa maslahah, disunnatkan.
Dengan dasar itulah maka manusia dapat melakukan jual-beli dan sewa-menyewa sesuka hatinya, selama dia itu tidak diharamkan oleh syara'. Begitu juga mereka bisa makan dan minum sesukanya, selama dia itu tidak diharamkan oleh syara', sekalipun sebagiannya ada yang oleh syara' kadangkadang disunnatkan dan ada kalanya dimakruhkan. Sesuatu yang oleh syara' tidak diberinya pembatasan, mereka dapat menetapkan menurut kemutlakan hukum asal.3
Prinsip di atas, sesuai dengan apa yang disebut dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Jabir bin Abdillah, ia berkata:
"Kami pernah melakukan 'azl'4, sedang waktu itu al-Quran masih turun; kalau hal tersebut dilarang, niscaya al-Quran akan melarangnya."
Ini menunjukkan, bahwa apa saja yang didiamkan oleh wahyu, bukanlah terlarang. Mereka bebas untuk mengerjakannya, sehingga ada nas yang melarang dan mencegahnya.
Demikianlah salah satu daripada kesempurnaan kecerdasan para sahabat.
Dan dengan ini pula, ditetapkan suatu kaidah: "Soal ibadah tidak boleh dikerjakan kecuali dengan syariat yang ditetapkan Allah; dan suatu hukum adat tidak boleh diharamkan, kecuali dengan ketentuan yang diharamkan oleh Allah."

 

Menentukan Halal-Haram Semata-Mata Hak Allah


DASAR kedua: Bahwa Islam telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya. Hak tersebut semata-mata ditangan Allah.
Bukan pastor, bukan pendeta, bukan raja dan bukan sultan yang berhak menentukan halal-haram. Barangsiapa bersikap demikian, berarti telah melanggar batas dan menentang hak Allah dalam menetapkan perundang-undangan untuk ummat manusia. Dan barangsiapa yang menerima serta mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan mereka itu sebagai sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut "musyrik".
Firman Allah:
"Apakah mereka itu mempunyai sekutu yang mengadakan agama untuk mereka, sesuatu yang tidak diizinkan Allah?" (as-Syura: 21)
Al-Quran telah mengecap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah memberikan kekuasaan kepada para pastor dan pendeta untuk menetapkan halal dan haram, dengan firmannya sebagai berikut:
"Mereka itu telah menjadikan para pastor dan pendetanya sebagai tuhan selain Allah; dan begitu juga Isa bin Maryam (telah dituhankan), padahal mereka tidak diperintah melainkan supaya hanya berbakti kepada Allah Tuhan yang Esa, tiada Tuhan melainkan Dia, maha suci Allah dari apa-apa yang mereka sekutukan." (at-Taubah: 31)
'Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah --pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam-- setelah dia mendengar ayat tersebut, kemudian ia berkata: Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu.
Maka jawab Nabi s.a.w.:
"Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka." (Riwayat Tarmizi)
"Memang mereka (ahli kitab) itu tidak menyernbah pendeta dan pastor, tetapi apabila pendeta dan pastor itu menghalalkan sesuatu, mereka pun ikut menghalalkan juga; dan apabila pendeta dan pastor itu mengharamkan sesuatu, mereka pun ikut mengharamkan juga."
Orang-orang Nasrani tetap beranggapan, bahwa Isa al-Masih telah memberikan kepada murid-muridnya --ketika beliau naik ke langit-- suatu penyerahan (mandat) untuk menetapkan halal dan haram dengan sesuka hatinya. Hal ini tersebut dalam Injil Matius 18:18 yang berbunyi sebagai berikut: "Sesungguhnya aku berkata kepadamu, barang apa yang kamu ikat di atas bumi, itulah terikat kelak di sorga; dan barang apa yang kamu lepas di atas bumi, itupun terlepas kelak di sorga."
Al-Quran telah mengecap juga kepada orang-orang musyrik yang berani mengharamkan dan menghalalkan tanpa izin Allah, dengan kata-katanya sebagai berikut:
"Katakanlah! Apakah kamu menyetahui apa-apa yang Allah telah turunkan untuk kamu daripada rezeki, kemudian dijadikan sebagian daripadanya itu, haram dan halal; katakanlah apakah Allah telah memberi izin kepadamu, ataukah memang kamu hendak berdusta atas (nama) Allah?"(Yunus: 59)
Dan firman Allah juga:
"Dan jangan kamu berani mengatakan terhadap apa yang dikatakan oleh lidah-lidah kamu dengan dusta; bahwa ini halal dan ini haram, supaya kamu berbuat dusta atas (nama) Allah, sesungguhnya orang-orang yang berani berbuat dusta atas (nama) Allah tidak akan dapat bahagia." (an-Nahl: 116)
Dari beberapa ayat dan Hadis seperti yang tersebut di atas, para ahli fiqih mengetahui dengan pasti, bahwa hanya Allahlah yang berhak menentukan halal dan haram, baik dalam kitabNya (al-Quran) ataupun melalui lidah RasulNya (Sunnah). Tugas mereka tidak lebih, hanya menerangkan hukum Allah tentang halal dan haram itu. Seperti firmanNya:
"Sungguh Allah telah menerangkan kepada kamu apa yang Ia haramkan atas kamu." (al-An'am: 119)
Para ahli fiqih sedikitpun tidak berwenang menetapkan hukum syara' ini boleh dan ini tidak boleh. Mereka, dalam kedudukannya sebagai imam ataupun mujtahid, pada menghindar dari fatwa, satu sama lain berusaha untuk tidak jatuh kepada kesalahan dalam menentukan halal dan haram (mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram).
Imam Syafi'i dalam al-Um5 meriwayatkan, bahwa Qadhi Abu Yusuf, murid Abu Hanifah pernah mengatakan: "Saya jumpai guru-guru kami dari para ahli ilmu, bahwa mereka itu tidak suka berfatwa, sehingga mengatakan: ini halal dan ini haram, kecuali menurut apa yang terdapat dalam al-Quran dengan tegas tanpa memerlukan tafsiran.
Kata Imam Syafi'i selanjutnya, Ibnu Saib menceriterakan kepadaku dari ar-Rabi' bin Khaitsam --dia termasuk salah seorang tabi'in yang besar-- dia pernah berkata sebagai berikut: "Hati-hatilah kamu terhadap seorang laki-laki yang berkata: Sesungguhnya Allah telah menghalalkan ini atau meridhainya, kemudian Allah berkata kepadanya: Aku tidak menghalalkan ini dan tidak meridhainya. Atau dia juga berkata: Sesungguhnya Allah mengharamkan ini kemudian Allah akan berkata: "Dusta engkau, Aku samasekali tidak pernah mengharamkan dan tidak melarang dia."
Imam Syafi'i juga pernah berkata: Sebagian kawan-kawanku pernah menceriterakan dari Ibrahim an-Nakha'i --salah seorang ahli fiqih golongan tabi'in dari Kufah-- dia pernah menceriterakan tentang kawan-kawannya, bahwa mereka itu apabila berfatwa tentang sesuatu atau melarang sesuatu, mereka berkata: Ini makruh, dan ini tidak apa-apa. Adapun yang kalau kita katakan: Ini adalah halal dan ini haram, betapakah besarnya persoalan ini!
Demikianlah apa yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf dari salafus saleh yang kemudian diambil juga oleh Imam Syafi'i dan diakuinya juga. Hal ini sama juga dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: "Bahwa ulama-ulama salaf dulu tidak mau mengatakan haram, kecuali setelah diketahuinya dengan pasti."6
Kami dapati juga imam Ahmad, misalnya, kalau beliau ditanya tentang sesuatu persoalan, maka ia menjawab: Aku tidak menyukainya, atau hal itu tidak menyenangkan aku, atau saya tidak senang atau saya tidak menganggap dia itu baik.
Cara seperti ini dilakukan juga oleh imam-imam yang lain seperti Imam Malik, Abu Hanifah dan lain-lain.7

Membumikan Al-Qur'an

Makna Isra' dan Mi'raj

Perjalanan Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Bayt Al-Maqdis, kemudian naik ke Sidrat Al-Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Quran disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa 'ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang.
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad saw. tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
Memang, pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar AlShiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya." Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh Al-Quran.
Salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan Al-Quran adalah masa depan ruhani manusia demi mewujudkan keutuhannya. Uraian Al-Quran tentang Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu cara pembuatan skema ruhani tersebut. Hal ini terbukti jelas melalui pengamatan terhadap sistematika dan kandungan Al-Quran, baik dalam bagian-bagiannya yang terbesar maupun dalam ayat-ayatnya yang terinci.
Tujuh bagian pertama Al-Quran membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi-pribadi yang secara kolektif membentuk umat.
Dalam bagian kedelapan sampai keempat belas, Al-Quran menekankan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya. Tema bagian kelima belas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya, yakni al-insan al-kamil. Dan karena itu, peristiwa Isra' dan Mi'raj merupakan awal bagian ini, dan berkelanjutan hingga bagian kedua puluh satu, di mana kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan tersebut. Kemudian, masalah perkembangan ruhani manusia secara orang per orang diuraikan lebih lanjut sampai bagian ketiga puluh, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal-balik.
Kemudian, kalau kita melihat cakupan lebih kecil, maka ilmuwan-ilmuwan Al-Quran, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pelbagai disiplin ilmu, menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya. Imam Al-Suyuthi berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Quran adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya.204 Sedangkan inti uraian satu surat dipahami dari nama surat tersebut, seperti dikatakan oleh Al-Biqai'i.205 Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti lebah.
Mengapa lebah? Karena makhluk ini memiliki banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina, tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan betina. Keajaibannya juga tidak hanya terlihat pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau bakteri menyusup ke dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan dan obat bagi sekian banyak penyakit. Keajaiban lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu". Lebah yang berstatus ratu ini pun memiliki keajaiban dan keistimewaan. Misalnya, bahwa sang ratu ini, karena rasa "malu" yang dimiliki dan dipeliharanya, telah menjadikannya enggan untuk mengadakan hubungan seksual dengan salah satu anggota masyarakatnya yang jumlahnya dapat mencapai sekitar tiga puluh ribu ekor. Di samping itu, keajaiban lebah juga tampak pada bentuk bahasa dan cara mereka berkomunikasi, yang dalam hal ini telah dipelajari secara mendalam oleh seorang ilmuwan Austria, Karl Van Fritch.
Lebah dipilih Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan-Nya agar menjadi pengantar keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. Karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, menurut Rasul, adalah "bagaikan lebah, tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu."
Dalam cakupan yang lebih kecil lagi, kita melontarkan pandangan kepada ayat pertama surat pengantar tersebut. Di sini Allah berfirman: Telah datang ketetapan Allah (Hari Kiamat). Oleh sebab itu janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya.
Dunia belum kiamat, mengapa Allah mengatakan kiamat telah datang? Al-Quran menyatakan "telah datang ketetapan Allah," mengapa dinyatakan-Nya juga "jangan meminta agar disegerakan datangnya"? Ini untuk memberi isyarat sekaligus pengantar bahwa Tuhan tidak mengenal waktu untuk mewujudkan sesuatu. Hari ini, esok, juga kemarin, adalah perhitungan manusia, perhitungan makhluk. Tuhan sama sekali tidak terikat kepadanya, sebab adalah Dia yang menguasai masa. Karenanya Dia tidak membutuhkan batasan untuk mewujudkan sesuatu. Dan hal ini ditegaskan-Nya dalam surat pengantar ini dengan kalimat: Maka perkataan Kami kepada sesuatu, apabila Kami menghendakinya, Kami hanya menyatakan kepadanya "kun" (jadilah), maka jadilah ia (QS 16:40).
Di sini terdapat dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, kenyataan ilmiah menunjukkan bahwa setiap sistem gerak mempunyai perhitungan waktu yang berbeda dengan sistem gerak yang lain. Benda padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan suara. Suara pun membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan cahaya. Hal ini mengantarkan para ilmuwan, filosof, dan agamawan untuk berkesimpulan bahwa, pada akhirnya, ada sesuatu yang tidak membutuhkan waktu untuk mencapai sasaran apa pun yang dikehendaki-Nya. Sesuatu itulah yang kita namakan Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa.
Kedua, segala sesuatu, menurut ilmuwan, juga menurut Al-Quran, mempunyai sebab-sebab. Tetapi, apakah sebab-sebab tersebut yang mewujudkan sesuatu itu? Menurut ilmuwan, tidak. Demikian juga menurut Al-Quran. Apa yang diketahui oleh ilmuwan secara pasti hanyalah sebab yang mendahului atau berbarengan dengan terjadinya sesuatu. Bila dinyatakan bahwa sebab itulah yang mewujudkan dan menciptakan sesuatu, muncul sederet keberatan ilmiah dan filosofis.
Bahwa sebab mendahului sesuatu, itu benar. Namun kedahuluan ini tidaklah dapat dijadikan dasar bahwa ialah yang mewujudkannya. "Cahaya yang terlihat sebelum terdengar suatu dentuman meriam bukanlah penyebab suara tersebut dan bukan pula penyebab telontarnya peluru," kata David Hume. "Ayam yang selalu berkokok sebelum terbit fajar bukanlah penyebab terbitnya fajar," kata Al-Ghazali jauh sebelum David Hume lahir. "Bergeraknya sesuatu dari A ke B, kemudian dari B ke C, dan dari C ke D, tidaklah dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa pergerakannya dari B ke C adalah akibat pergerakannya dari A ke B," demikian kata Isaac Newton, sang penemu gaya gravitasi.
Kalau demikian, apa yang dinamakan hukum-hukum alam tiada lain kecuali "a summary o f statistical averages" (ikhtisar dari rerata statistik). Sehingga, sebagaimana dinyatakan oleh Pierce, ahli ilmu alam, apa yang kita namakan "kebetulan" dewasa ini, adalah mungkin merupakan suatu proses terjadinya suatu kebiasaan atau hukum alam. Bahkan Einstein, lebih tegas lagi, menyatakan bahwa semua apa yang terjadi diwujudkan oleh "superior reasoning power" (kekuatan nalar yang superior). Atau, menurut bahasa Al-Quran, "Al-'Aziz Al-'Alim", Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Inilah yang ditegaskan oleh Tuhan dalam surat pengantar peristiwa Isra' dan Mi'raj itu dengan firman-Nya: Kepada Allah saja tunduk segala apa yang di langit dan di bumi, termasuk binatang-binatang melata, juga malaikat, sedangkan mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka) (QS 16:49-50).
Pengantar berikutnya yang Tuhan berikan adalah: Janganlah meminta untuk tergesa-gesa. Sayangnya, manusia bertabiat tergesa-gesa, seperti ditegaskan Tuhan ketika menceritakan peristiwa Isra' ini, Adalah manusia bertabiat tergesa-gesa (QS 17:11). Ketergesa-gesaan inilah yang antara lain menjadikannya tidak dapat membedakan antara: (a) yang mustahil menurut akal dengan yang mustahil menurut kebiasaan, (b) yang bertentangan dengan akal dengan yang tidak atau belum dimengerti oleh akal, dan (c) yang rasional dan irasional dengan yang suprarasional.
Dari segi lain, dalam kumpulan ayat-ayat yang mengantarkan uraian Al-Quran tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, dalam surat Isra' sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut: Dia (Allah) menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak mengetahuinya (QS 16:8); Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS 16:74); dan Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS 17:85); dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya: Dan janganlah kamu mengambil satu sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban (QS 17:36).
Apa yang ditegaskan oleh Al-Quran tentang keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: "Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun. Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut materi sekalipun." Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa "pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia."
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas peristiwa Isra' dan Mi'raj ini; kalau betul demikian adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, maka tentunya usaha atau tuntutan untuk membuktikannya secara "ilmiah" menjadi tidak ilmiah lagi. Ini tampak semakin jelas jika diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, peristiwa Isra' dan Mi'raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.
Itulah sebabnya mengapa Kierkegaard, tokoh eksistensialisme, menyatakan: "Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, tetapi karena ia tidak tahu." Dan itu pula sebabnya, mengapa Immanuel Kant berkata: "Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya." Dan itu pulalah sebabnya mengapa "oleh-oleh" yang dibawa Rasul dari perjalanan Isra' dan Mi'raj ini adalah kewajiban shalat; sebab shalat merupakan sarana terpenting guna menyucikan jiwa dan memelihara ruhani.
Kita percaya kepada Isra' dan Mi'raj, karena tiada perbedaan antara peristiwa yang terjadi sekali dan peristiwa yang terjadi berulang kali selama semua itu diciptakan serta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Mahaesa.
Sebelum Al-Quran mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah berfirman: Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipudayakan. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS 16:127-128). Inilah pengantar Al-Quran yang disampaikan sebelum diceritakannya peristiwa Isra' dan Mi'raj.
Agaknya, yang lebih wajar untuk dipertanyakan bukannya bagaimana Isra' dan Mi 'raj terjadi, tetapi mengapa Isra' dan Mi 'raj.
Seperti yang telah dikemukakan pada awal uraian, Al-Quran, pada bagian kedelapan sampai bagian kelima belas, menguraikan dan menekankan pentingnya pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya. Ini mencapai klimaksnya pada bagian kelima belas atau surat ketujuh belas, yang tergambar pada pribadi hamba Allah yang di-isra'-kan ini, yaitu Muhammad saw., serta nilai-nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau. Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa ini (dalam surat Al-Isra'), ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.
Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu (pada ayat 78). Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, karena shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya. Shalat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena ia merupakan pengejawantahan dari hubungannya dengan Tuhan, hubungan yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam raya ini, yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem. Shalat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Mahadahsyat dan Maha Mengetahui, Tuhan Yang Mahaesa. Dan bila demikian, maka tidaklah keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula ia melaksanakan shalatnya.
Shalat juga merupakan kebutuhan jiwa. Karena, tidak seorang pun dalam perjalanan hidupnya yang tidak pernah mengharap atau merasa cemas. Hingga, pada akhirnya, sadar atau tidak, ia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Dia Yang Mahakuasa. Dan tentunya merupakan tanda kebejatan akhlak dan kerendahan moral, apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Tuhan hanya pada saat dirinya didesak oleh kebutuhannya.
Shalat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena shalat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan. Orang Romawi Kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang hingga kini tetap mengagumkan para ahli, juga karena adanya dorongan tersebut. Karena itu, Alexis Carrel menyatakan: "Apabila pengabdian, shalat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut." Dan, untuk diingat, Alexis Carrel bukanlah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan agama. Ia adalah seorang dokter yang telah dua kali menerima hadiah Nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja serta pencangkokannya. Dan, menurut Larouse Dictionary, Alexis Carrel dinyatakan sebagai satu pribadi yang pemikiran-pemikirannya secara mendasar akan berpengaruh pada penghujung abad XX ini.
Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' dalam surat Al-Nahl ayat 26. Di situ digambarkan pembangkangan satu kelompok masyarakat terhadap petunjuk Tuhan dan nasib mereka menurut ayat tersebut: Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya, lalu atap bangunan itu menimpa mereka dari atas; dan datanglah siksaan kepada mereka dari arah yang mereka tidak duga (QS 16:26).
Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra' dan Mi'raj, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur, antara lain adalah: Jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mereka menaati Allah untuk hidup dalam kesederhanaan), tetapi mereka durhaka; maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadap mereka ketetapan Kami dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (QS 17:16).
Ditekankan dalam surat ini bahwa "Sesungguhnya orang yang hidup berlebihan adalah saudara-saudara setan" (QS 17:27).
Dan karenanya, hendaklah setiap orang hidup dalam kesederhanaan dan keseimbangan: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu (pada lehermu dan sebaliknya), jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal (QS 17:29).
Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang ibadah. Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di surat Al-Isra' ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan shalat: Janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah di antara keduanya (QS 17: 110).
Jalan tengah di antara keduanya ini berguna untuk dapat mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan. Di saat yang sama, shalat yang dilaksanakan dengan "jalan tengah" itu tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan, baik gangguan tersebut kepada saudara sesama Muslim atau non-Muslim, yang mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa ini, Tuhan menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya. Dengan demikian, masing-masing orang dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah:
Katakanlah wahai Muhammad, "Hendaklah tiap-tiap orang berkarya menurut bidang dan kemampuannya masing-masing." Tuhan lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS 17:84).
Akhirnya, sebelum uraian ini disudahi, ada baiknya dibacakan ayat terakhir dalam surat yang menceritakan peristiwa Isra' dan Mi'raj ini: Katakanlah wahai Muhammad: "Percayalah kamu atau tidak usah percaya (keduanya sama bagi Tuhan)." Tetapi sesungguhnya mereka yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila disampaikan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka, sambil bersujud (QS 17: 107).
Itulah sebagian kecil dari petunjuk dan kesan yang dapat kami pahami, masing-masing dari surat pengantar uraian peristiwa Isra ; yakni surat Al-Nahl, dan surat Al-Isra' sendiri. Khusus dalam pemahaman tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, semoga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh intelektualitas Yang Mahaagung, Tuhan Yang Mahaesa di alam semesta ini, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memujaNya sekaligus mengabdi kepada-Nya.

Catatan kaki

204 Lihat bukunya, Asrar Tartib Al-Qur'an.
205 Lihat dalam pengantar untuk bukunya, Nazhm Al-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa Al-Suwar.

Minggu, 23 Januari 2011

Penciptaan Alam Semesta


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
alam semestaAsal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

Artinya : "Dialah pencipta langit dan bumi." (QS Al-An'am : 101)

Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.

Bukti teori Big Bang dalam Al Qur'an ada firman Allah :

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

Artinya : "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS Al-Anbiya' : 30)
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.

Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan

Kekuatan Petir Yang Tersembunyi

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Satu kilatan petir menghasilkan listrik lebih besar daripada yang dihasilkan Amerika.

Di malam hari, saat hujan deras, langit tiba-tiba menyala, tak lama kemudian disusul oleh suara menggelegar. Tahukah Anda bagaimanakah petir luar biasa yang menerangi langit muncul? Tahukah Anda seberapa banyak cahaya yang dipancarkannya? Atau seberapa besar panas yang dilepaskannya?

Satu kilatan petir adalah cahaya terang yang terbentuk selama pelepasan listrik di atmosfer saat hujan badai. Petir dapat terjadi ketika tegangan listrik pada dua titik terpisah di atmosfer – masih dalam satu awan, atau antara awan dan permukaan tanah, atau antara dua permukaan tanah – mencapai tingkat tinggi.

Kekuatan Petir Yang TersembunyiKilat petir terjadi dalam bentuk setidaknya dua sambaran. Pada sambaran pertama muatan negatif (-) mengalir dari awan ke permukaan tanah. Ini bukanlah kilatan yang sangat terang. Sejumlah kilat percabangan biasanya dapat terlihat menyebar keluar dari jalur kilat utama. Ketika sambaran pertama ini mencapai permukaan tanah, sebuah muatan berlawanan terbentuk pada titik yang akan disambarnya dan arus kilat kedua yang bermuatan positif terbentuk dari dalam jalur kilat utama tersebut langsung menuju awan. Dua kilat tersebut biasanya beradu sekitar 50 meter di atas permukaan tanah. Arus pendek terbentuk di titik pertemuan antara awan dan permukaan tanah tersebut, dan hasilnya sebuah arus listrik yang sangat kuat dan terang mengalir dari dalam jalur kilat utama itu menuju awan. Perbedaan tegangan pada aliran listrik antara awan dan permukaan tanah ini melebihi beberapa juta volt.

Energi yang dilepaskan oleh satu sambaran petir lebih besar daripada yang dihasilkan oleh seluruh pusat pembangkit tenaga listrik di Amerika. Suhu pada jalur di mana petir terbentuk dapat mencapai 10.000 derajat Celcius. Suhu di dalam tanur untuk meleburkan besi adalah antara 1.050 dan 1.100 derajat Celcius. Panas yang dihasilkan oleh sambaran petir terkecil dapat mencapai 10 kali lipatnya. Panas yang luar biasa ini berarti bahwa petir dapat dengan mudah membakar dan menghancurkan seluruh unsur yang ada di muka bumi. Perbandingan lainnya, suhu permukaan matahari tingginya 700.000 derajat Celcius. Dengan kata lain, suhu petir adalah 1/70 dari suhu permukaan matahari. Cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt. Sebagai pembanding, satu kilatan petir menyinari sekelilinginya secara lebih terang dibandingkan ketika satu lampu pijar dinyalakan di setiap rumah di Istanbul. Allah mengarahkan perhatian pada kilauan luar biasa dari petir ini dalam Qur'an :

يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ

"...Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. An Nuur, 24:43)

Kilatan yang terbentuk turun sangat cepat ke bumi dengan kecepatan 96.000 km/jam. Sambaran pertama mencapai titik pertemuan atau permukaan bumi dalam waktu 20 milidetik, dan sambaran dengan arah berlawanan menuju ke awan dalam tempo 70 mikrodetik. Secara keseluruhan petir berlangsung dalam waktu hingga setengah detik. Suara guruh yang mengikutinya disebabkan oleh pemanasan mendadak dari udara di sekitar jalur petir. Akibatnya, udara tersebut memuai dengan kecepatan melebihi kecepatan suara, meskipun gelombang kejutnya kembali ke gelombang suara normal dalam rentang beberapa meter. Gelombang suara terbentuk mengikuti udara atmosfer dan bentuk permukaan setelahnya. Itulah alasan terjadinya guntur dan petir yang susul-menyusul.

Saat kita merenungi semua perihal petir ini, kita dapat memahami bahwa peristiwa alam ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sebuah kekuatan luar biasa semacam itu muncul dari partikel bermuatan positif dan negatif, yang tak terlihat oleh mata telanjang, menunjukkan bahwa petir diciptakan dengan sengaja. Lebih jauh lagi, kenyataan bahwa molekul-molekul nitrogen, yang sangat penting untuk tumbuhan, muncul dari kekuatan ini, sekali lagi membuktikan bahwa petir diciptakan dengan kearifan khusus.

Allah secara khusus menarik perhatian kita pada petir ini dalam Al Qur'an. Arti surat Ar Ra’d, salah satu surat Al Qur'an, sesungguhnya adalah "Guruh". Dalam ayat-ayat tentang petir Allah berfirman bahwa Dia menghadirkan petir pada manusia sebagai sumber rasa takut dan harapan. Allah juga berfirman bahwa guruh yang muncul saat petir menyambar bertasbih memujiNya. Allah telah menciptakan sejumlah tanda-tanda bagi kita pada petir. Kita wajib berpikir dan bersyukur bahwa guruh, yang mungkin belum pernah dipikirkan banyak orang seteliti ini dan yang menimbulkan perasaan takut dan pengharapan dalam diri manusia, adalah sebuah sarana yang dengannya rasa takut kepada Allah semakin bertambah dan yang dikirim olehNya untuk tujuan tertentu sebagaimana yang Dia kehendaki

Tanaman Terus Menunjukkan Kuasa-Nya


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Tanaman Terus Menunjukkan Kuasa-NyaSatu lagi tambahan pada taktik cerdas yang digunakan oleh tanaman yang telah ditemukan hingga saat ini, tanaman mampu untuk menipu serangga musuhnya dan bahkan menggunakan taktik itu dengan cara yang sangat baik. Untuk ini mereka menggambar pola seperti seorang seniman yang sangat berbakat, atau menghasilkan parfum atau hormon pembunuh seperti seorang ahli kimia. Kompleksitas dari perilaku ini sangat menakjubkan. TAPI HATI-HATI! tanaman ini bahkan tidak punya otak. mereka bahkan tidak mempunyai kemampuan untuk berpikir atau bahkan organ-organ untuk merasakan pola dan bebauan yang mereka tiru. Perilaku yang ajaib ini menunjukan pada kita bahwa Tuhan kita yang Mahakuasa menjaga dan mengontrol segalanya.

Penelitian pertama tentang tanaman adalah tentang pola peniruan. Pola dari ulat, semut dan kumbang daun telah ditemukan pada tanaman yang telah diperiksa. Sebuah benih bermantel menyerupai seekor ulat dan bentuknya dan pola yang ada padanya. Beberapa pola pada tubuh tanaman terlihat seperti kutu, dimana menandakan layaknya kehidupan yang membahayakan. Semua pola ini bekerja sebagai sebuah sinyal tipuan melawan serangga musuhnya. Tanaman-tanaman itu terlihat seperti mereka terkena penyakit dan memberi kesan bahwa ia saat ini bisa menyebarkan penyakit bagi serangga lain disekitarnya. Serangga-serangga yang bertemu dengan tanaman ini dengan cepat akan kehilangan ketertarikannya untuk menyerang tanaman ini. Mereka akan pindah ke tanaman lain seperti seakan mereka tidak beruntung untuk berbagi sumber makanannya dengan serangga lain.

Teknik pintar untuk bertahan ini sangat efektif melawan binatang yang lebih besar seperti rusa. Rusa tidak akan datang dan menggigit tanaman dengan penutup seperti ini seandainya serangga tipuan pada tanaman itu menggigit dan mengganggu rusa itu. ilmuwan bernama Simcha Lev-Yadun dan Moshe Inbar dari Universitas Haifa Oranim menyatakan bahwa mereka telah menemukan setengah lusin tipe-tipe tanaman yang memperdaya hanya di Israel.

Lev-Yadun mengatakan bahwa tanaman-tanaman ini sangat sempurna yang bahkan mereka bisa menipu manusia dengan peniruan. Bahkan seorang temannya yang melihat gambarnya tidak menyadari bahwa ini adalah tanaman dan bukan serangga, walaupun ia adalah seorang ilmuwan. (Harun Yahya, The Miracle of Creation in Plants).

Tanaman Terus Menunjukkan Kuasa-NyaSebuah chamomile dari keluarga xanthiun trumarium membuat dirinya tampil seperti telah dirusak oleh tentara semut. Serangan dari semut dalam sebuah bala tentara bisa menghabisi banyak hewan lainnya. jadi dengan faktor intimidasi semut, tanaman menggunakan cara ini untuk melawan hewan-hewan. beberapa tanaman juga diketahui menghasilkan nektar khusus yang mengundang semut, bertujuan untuk keuntungan menghindari semut.

Lev-Yadun mengatakan "Saya yakin di sana ada ribuan jenis tanaman yang mengimitasi serangga." Tapi bagaimana perilaku pintar ini bisa terjadi pada permukaan tanaman? mungkinkah tanaman telah menemukan dan mengembangkan taktik ini dengan sendirinya? dari manakah tanaman yang tidak memiliki mata ini bisa meniru pola dari serangga?

Tentunya, taktik rumit ini, sistem cerdas dan efektif ini tidak terjadi pada tanaman dengan kebetulan. lebih jauh, tidak ada kebetulan bisa menghasilkan sebuah sistem cerdas yang rumit. Ini adalah bukti nyata bahwa perilaku ini adalah inspirasi dari ALLAH yang Mahakuasa. ALLAH mengontrol segalanya yang hidup dan tidak hidup, setiap momennya dan pemilik dari segalanya di alam semesta.

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : "Milik ALLAH kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS al-Maidah : 120)